Proses Fertilisasi
Fertilisasi
peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel bernukleus untuk
membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya melibatkan
penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami).
Fertilisasi atau pembuahan terjadi saat oosit sekunder yang mengandung ovum
dibuahi oleh sperma. Fertilisasi umumnya terjadi segera setelah oosit sekunder
memasuki oviduk. Namun, pada fertilisasi mencakup 3 fase:
fase 1 : penembusan korona
radiata Dari 200-300 juta spermatozoa yang dicurahkan ke dalam saluran kelamin
wanita, hanya 300-500 yang mencapai tempat pembuahan. Hanya satu diantaranya
yang diperlukan untuk pembuahan, dan diduga bahwa sperma-sperma lainnya
membantu sperma yang akan membuahi untuk menembus sawar-sawar yang melindungi
gamet wanita. Sperma yang mengalami kapasitasi dengan bebas menembus sel
korona.
Fase 2 : penembusan zona
pelusida Zona pelusida adalah sebuah perisai glikoprotein di sekeliling telur
yang mempermudah dan mempertahankan pengikatan sperma dan menginduksi reaksi
akrosom. Pelepasan enzim-enzim akrosom memungkinkan sperma menembus zona
pelusida, sehingga akan bertemu dengan membrane plasma oosit. Permeabilitas
zona pelusida berubah ketika kepala sperma menyentuh permukaan oosit. Hal ini
mengakibatkan pembebasan enzim-enzim lisosom dari granul-granul korteks yang
melapisi membrane plasma oosit. Pada gilirannya, enzim-enzim ini menyebabkan
perubahan sifat zona pelusida (reaksi zona) untuk menghambat penetrasi sperma
dan membuat tak aktif tempat tempat reseptor bagi spermatozoa pada permukaan
zona yang spesifik spesies. Spermatozoa lain ternyata bisa menempel di zona
pelusida tetapi hanya satu yang menembus oosit.
Fase
3 : penyatuan oosit dan membrane sel sperma
Segera setelah spermatozoa menyentuh membrane sel oosit, kedua
selaput plasma sel tersebut menyatu. Karena selaput plasma yang menbungkus
kepala akrosom telah hilang pada saat reaksi akrosom, penyatuan yang sebenarnya
terjadi adalah antara selaput oosit dan selaput yang meliputi bagian belakang
kepala sperma. Pada manusia, baik kepala dan ekor spermatozoa memasuki
sitoplasma oosit, tetapi selaput plasma tertingal di permukaan oosit.
Sperma dapat menembus
oosit sekunder karena baik sperma maupun oosit sekunder saling mengeluarkan
enzim dan atau senyawa tertentu, sehingga terjadi aktivitas yang saling
mendukung. Pada sperma, bagian kromosom mengeluarkan:
- · Hialuronidase
Enzim
yang dapat melarutkan senyawa hialuronid pada korona radiata.
- · Akrosin
Protease
yang dapat menghancurkan glikoprotein pada zona pelusida.
- · Antifertilizin
Antigen terhadap oosit sekunder sehingga sperma dapat melekat pada
oosit sekunder.
Oosit sekunder juga mengeluarkan senyawa tertentu, yaitu fertilizin yang tersusun dari glikoprotein dengan fungsi :
Oosit sekunder juga mengeluarkan senyawa tertentu, yaitu fertilizin yang tersusun dari glikoprotein dengan fungsi :
- Mengaktifkan sperma agar bergerak lebih cepat.
- Menarik sperma secara kemotaksis positif.
- Mengumpulkan sperma di sekeliling oosit sekunder.
Setelah spermatozoa
memasuki oosit, sel telur menanggapinya dengan 3 cara yang berbeda :
1. reaksi kortikal
dan zona : sebagai akibat terlepasnya butir-butir kortikal oosit.
a. selaput oosit tidak dapat ditembus lagi oleh spermatozoa lain
b. zona pelusida mengubah
struktur dan komposisinya untuk mencegah penambatan dan penetrasi sperma. Dengan cara ini terjadinya polispermi dapat
dicegah.
2. melanjutkan pembelahan meiosis kedua. Oosit menyelesaikan
pembelahan meiosis keduanya segera setelah spermatozoa masuk. Salah satu dari
sel anaknya hamper tidak mendapatkan sitoplasma dan dikenal sebagai badan kutub
kedua, sel anak lainnya adalah oosit definitive. Kromosomnya (22+X) tersusun di
dalam sebuah inti vesikuler yang dikenal sebagai pronukleus wanita.
3. penggiatan
metabolic sel telur. Factor penggiat diperkirakan dibawa oleh spermatozoa.
Penggiatan setelah
penyatuan diperkirakan untuk mengulangi kembali peristiwa permulaan seluler dan
molekuler yang berhubungan dengan awal embriogenesis. Sementara itu,
spermatozoa bergerak maju terus hingga dekat sekali dengan pronukleus wanita.
Intinya membengkak dan membentuk pronukleus pria sedangkan ekornya terlepas dan
berdegenerasi. Secara morfologis, pronukleus wanita dan pria tidak dapat
dibedakan dan sesudah itu mereka saling rapat erat dan kehilangan selaput inti
mereka. Salama masa pertumbuhan, baik pronukleus wanita maupun pria (keduanya
haploid) harus menggandakan DNA-nya. Jika tidak, masing-masing sel dalam zigot
tahap 2 sel tersebut akan mempunyai DNA separuh dari jumlah DNA normal. Segera
sesudah sintesis DNA, kromosom tersusun dalam gelendong untuk mempersiapkan
pembelahan mitosis yang normal. 23 kromosom ibu dan 23 kromosom ayah membelah
memanjang pada sentromer, dan kromatid-kromatid yang berpasangan tersebut
saling bergerak kea rah kutub yang berlawanan, sehingga menyiapkan sel zigot
yang masing-masing mempunyai jumlah kromosom dan DNA yang normal. Sementara
kromatid-kromatid berpasangan bergerak kearah kutub yang berlawanan, muncullah
satu alur yang dalam pada permukaan sel, berangsur-angsur membagi sitoplasma
menjadi 2 bagian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar